Minggu, 13 Januari 2013

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive)

Pengertian
Food Additive atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 272/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,  pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Mengapa BTP Sering Ditambahkan ke Dalam Pangan?
BTP adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan bahan baku pangan, dan penambahannya ke dalam pangan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa, keken­talan, dan aroma, untuk mengawetkan, atau untuk mempermudah proses pengolahan.

Secara khusus kegunaan BTP di dalam pangan adalah untuk:
1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikro­ba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih enak di mulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.

Penggolongkan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
l .  Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
4. Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempal­nya (menggumpalnya) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keqsaman makanan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mence­gah melunaknya makanan.
11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.

Selain BTP yang tercantum dalam Peraturan Menteri tersebut, masih ada beberapa BTP lainnya yang biasa digunakan dalam makanan, misalnya:
l.   Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat menguraikan secara enzimatis, misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.
2.   Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan.
3.   Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air) sehingga mempertahankan kadar air dan makanan.

Sifat, Kegunaan dan Keamanan BTP

Dari beragam jenis BTP seperti yang telah disebutkan di atas, sebenarnya hanya beberapa yang penggunaannya pada makanan lebih sering dibandingkan dengan BTP lainnya. Oleh karena itu sifat dan keamanan BTP yang sering digunakan tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu:
• Memberi kesan menarik bagi konsumen
• Menyeragamkan warna makanan
• Menstabilkan warna
• Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
• Mengatasi pembahan warna selama penyimpanan.

Penggunaan pewarna yang aman pada makanan telah diatur mela­lui peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur mengenai pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan, pewarna yang diizinkan serta batas penggunaannya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Akan tetapi masih banyak produsen makanan, tenrtama pengusaha kecil, yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan pewarna tekstil atau cat umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, serta harganya lebih murah, dan produsen pangan belum mengetahui dan menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.

Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada makanan, terutama makanan jajanan, adalah Metannil Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, dan Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan merah tersebut sering digunakan dalam pembuatan berbagai macam makanan seperti sirup, kue-kue, agar, tahu, pisang dan tahu goreng, dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi, oleh karena itu dilarang digunakan di dalam makanan walaupun dalam jumlah sedikit

Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Akan tetapi penggunaan bahan pewarna alami juga ada batasannya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 diantaranya adalah:

Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg, dan yogurt beraroma (I50 mg/kg).
Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim (100 mg/kg), keju (600 mg/kg), dan lemak dan minyak makan (secukupnya).
Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang dapat digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya).
Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/kg), atau lemak dan minyak makan (secukupnya).

Pemanis Buatan
Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minunan sebagai pengganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami (gula), yaitu:
•      Rasanya lebih manis
•      Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
•   Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes)
•      Harganya lebih manis.

Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah siklamat dan sakarin yang mempu­nyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami, oleh karena itu sering disebut sebagai "biang gula". Penggunaan pemanis buatan dalam makanan diatur melalui peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan sebenarnya siklamat dan sakarin hanya boleh digunakan dalam makanan yang khusus ditujukan untuk orang yang menderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori. Amerika dan Jepang bahkan sudah melarang sama sekali penggunaan kedua pemanis tersebut karena terbukti berbahaya bagi kesehatan.

Di Indonesia, siklamat dan sakarin sangat mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Hal ini mendorong produsen minuman ringan dan makanan jajanan untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan tersebut di dalam produknya. Penggunaan pemanis tersebut terutama didasari pada alasan ekonomi karena harga gula pasir yang cukup tinggi, sedangkan tingkat kemanisan pemanis buatan jauh lebih tinggi daripada gula sehingga penggunaannya cukup dalam jumlah sedikit, yang berarti mengurangi modal.

Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 500 mg - 3 g/kg bahan, sedangkan batas maksimum penggunaan sakarin adalah 50 - 300 mg/kg bahan. Keduanya hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan dibatasi tingkat konsumsinya sebesar 0,5 mg/kg berat badan/hari. Jadi bila berat badan kita 50 kg, maka jumlah maksimum siklamat atau sakarin yang boleh dikonsumsi per hari adalah 50 x 0,5 mg atau 25 mg. Jika kita mengkonsumsi kue dengan kandungan siklamat 500 mg/kg bahan, maka dalam satu hari kita hanya boleh mengkonsumsi 25/500 x l kg atau 50 g kue.

Penggunaan pemanis buatan yang diizinkan dalain makanan adalah sebagai berikut:
Sakarin (dan garam natrium sakarin), untuk saus, es lilin, minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah (300 mg/kg), es krim, es puter dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (200 mg/kg), permen berkalori rendah (100 mg/kg), serta permen karet dan minuman ringan fermentasi berkalori rendah (50 mg/kg).

• Siklamat (dan garam natrium dan kalsium siklamat), un­tuk saus, es lilin, minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah (3 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (2 g/kg), permen berkalori rendah (1 g/kg), dan minuman ringan fermentasi berkalori rendah (500 mg/kg).

• Sorbitol, untuk kismis (5 g/kg), jem, jeli dan roti (300 mg/kg), dan makanan lain (120 mg/kg).

• Aspartam.

Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.

Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.

Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis rnaupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan dan jenis makanan serta batas penggunaannya pada makanan diantaranya adalah:

• Benzoat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium benzoat), yaitu bahan yang digunakan untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap (600 mg/kg), serta sari buah, saos tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan, agar, dan makanan lain (1 g/kg).

• Propionat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium propionat), yaitu bahan pengawet untuk roti (2 g/kg) dan keju olahan (3 g/kg).

• Nitrit (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrit) dan nitrat (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrat), yaitu bahan pengawet untuk daging olahan atau yang diawetkan seperti sosis (125 mg nitrit/kg atau 500 mg nitrat/kg), korned dalam kaleng (50 mg nitrit/kg), atau keju (50 mg nitrat/kg).

• Sorbat (dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat), yaitu bahan pengawet untuk margarin, pekatan sari buah, dan keju (1 g/k g).

• Sulfit (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit), yaitu bahan pengawet untuk potongan kentang goreng (50 mg/kg), udang beku (100 mg/kg), dan pekatan sari nenas (500 mg/kg).

Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang namun digunakan dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya boraks dan formalin. Boraks banyak digunakan dalam berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan juga dapat membuat makanan lebih kompak (kenyal) teksturnya dan memperbaiki penampakan. Akan tetapi boraks sangat berbahaya bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh kuman, oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik. Penggunaan boraks seringkali tidak disengaja karena tanpa diketahui terkandung di dalam bahan-bahan tambahan seperti pijer atau bleng yang sering digunakan dalam pembuatan bakso, mie basah, lontong dan ketupat.

Formalin juga banyak disalahgunakan untuk mengawetkan ma­kanan seperti tahu dan mie basah. Formalin sebenarnya meru­pakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 formalin meru­pakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP.

Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa
Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia adalah vetsin atau bumbu masak, dan terdapat banyak merek di pasaran.  Penyedap rasa mengandung senyawa yang disebut monosodium glutamat (MSG). Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan menghantar sinyal-sinyal antar sel otak, dan dapat rnemberikan citarasa pada makanan. Dalam peraturan penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh berlebihan.

Senin, 18 April 2011

Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB)

CPMB atau Cara Produksi Makanan yang Baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi.

Aman untuk dikonsumsi artinya produk makanan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia seperti menimbulkan penyakit atau keracunan.

Layak untuk dikonsumsi artinya makanan tersebut keadaannya normal tidak menyimpang seperti busuk, kotor, menjijikkan, dan penyimpangan lain. Dengan demikian, makanan yang layak untuk dikonsumsi adalah makanan yang tidak busuk, tidak menji­jikkan, dan tidak menyimpang dari keadaannya yang normal.

Di dalam CPMB dijelaskan mengenai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai pengolahan dari mulai bahan baku sampai produk akhir.

CPMB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui CPMB, industri pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan produk makanan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang dengan pesat.

Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan produk yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.


Ruang Lingkup CPMB
Ruang lingkup CPMB mencakup cara-cara produksi yang baik dari sejak bahan mentah masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan, termasuk persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah berbagai hal yang dibahas dalam Cara Produksi Makanan yang Baik:

1. Lingkungan Sarana Pengolahan
Pencemaran makanan dapat terjadi karena lingkungan yang kotor. Oleh karena itu, lingkungan di sekitar sarana pengolahan harus terawat baik, bersih dan bebas dari tumbuhnya tanaman liar.

Mengingat lingkungan yang kotor dapat menjadi penyebab pencemaran makanan, maka dari sejak awal pendirian pabrik, perlu dipertimbangkan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan pencemaran tersebut.

Lokasi Pabrik
Secara ideal industri pangan yang baik dan sehat seharusnya berada di lokasi yang bebas dari pencemaran. Oleh karena itu pada saat membangun pabrik hendaknya beberapa hal di bawah ini dipertimbangkan dengan matang:

- Pabrik makanan hendaknya jauh dari lokasi industri yang sudah mengalami polusi yang mungkin dapat menimbulkan pencemaran yang membahayakan terhadap makanan.

- Pabrik makanan hendaknya tidak berlokasi di daerah yang mudah tergenang air atau banjir karena sistem saluran pembuangan airnya tidak berjalan lancar. Lingkungan yang demikian menjadi tempat berkembangnya hama seprti serangga, parasit, binatang mengerat, dan mikroba.

- Pabrik makanan hendaknya jauh dari tempat yang merupakan sarang hama, khususnya serangga dan binatang mengerat seperti tikus.

- Pabrik makanan hendaknya jauh dari daerah yang menjadi tempat pembuangan sampah baik sampah padat maupun sampah cair atau jauh dari daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor lain.

- Pabrik makanan hebdaknya jauh dari tempat pemukiman penduduk yang terlalu padat dan kumuh.


Lingkungan
Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara sebagai berikut:

- Sampah dan bahan buangan pabrik lainnya harus, dikumpulkan setiap saat di tempat khusus dan segera dibuang atau didaur ulang sehingga tidak menumpuk dan menjadi sarang hama.

- Tempat-tempat pembuangan sampah hendaknya selalu dalam keadaan tertutup untuk menghindari bau busuk dan mencegah pencemaran lingkungan.

- Sistem pembuangan dan penanganan limbah harus baik dan selalu dipantau agar tidak mencemari lingkungan.

- Sistem saluran pembuangan air harus selalu berjalan lancar untuk mencegah genangan air yang mengundang hama.

- Sarana jalan hendaknya dikeraskan atau diaspal, dan dileng­kapi dengan sistem drainase yang baik agar tidak tergenang air. Di samping itu, jalan jalan yang berdebu sebaiknya selalu disiram air agar debu tidak beterbangan dan mencemari sarana pengolahan pangan.


2. Bangunan dan Fasilitas Pabrik
Seharusnya bangunan, peralatan, dan fasilitas sarana pengolahan dari sejak awal telah dirancang dan dibangun sedemikian rupa sehingga dapat menjamin bahwa bahan pangan selama dalam proses pengolahan tidak tercemar baik oleh bahan-bahan biologis seperti mikroba dan parasit, atau bahan kimia dan kotoran lain.

Bangunan seharusnya dibuat dengan rancangan untuk tidak mudah dimasuki oleh hama seperti binatang mengerat, burung, serangga dan hama lainnya.

Tata letak pabrik harus diatur sedemikian rupa sehingga kegiatan pengolahan berjalan teratur dan tidak simpang siur. Demikian juga tata letak pabrik harus menjamin terhindarnya kontaminasi silang pada produk makanan, misalnya oleh bahan mentah.

Ruang Pengolahan
Ruang pengolahan hendaknya cukup luas untuk menempatkan semua peralatan dan bahan serta cukup leluasa bagi pergerakan karyawan yang bekerja di dalamnya. Ruang pengolahan harus dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dipelihara dan mudah dibersihkan. Lantai dan dinding hendaknya dibuat dari bahan kedap air dan kuat sehingga mudah dibersihkan. Lantai dan dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir dan kotoran lainnya. Langit-langit ruangan bersih dari debu, sarang laba-labah dan kotoran lainnya.

Jendela dan lubang angin hendaknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah masuknya serangga dan binatang mengerat yang dapat mencemari makanan. Kawat kasa ini hendaknya mudah dicopot dan mudah dibersihkan.

Ruang pengolahan selalu dipelihara dalam keadaan bersih, dan tidak ada sampah yang berserakan di mana-mana. Sampah selalu dibuang pada tempatnya, dan tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup.

Kelengkapan Ruang Pengolahan
Ruang pengolahan hendaknya dibuat nyaman, misalnya cukup terang, sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan penuh perhatian dan teliti.

Ventilasi dibuat dalam jumlah yang cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang pengolahan. Ventilasi ini selalu dijaga tetap bersih, tidak berdebu dan tidak dipenuhi sarang laba-laba.

Sistem aliran udara hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga udara selalu mengalir dari tempat yang bersih ke tempat yang kotor dan tidak sebaliknya. Dengan ventilasi, suhu udara dikendalikan supaya tidak terlalu panas. Demikian juga dengan ventilasi bau yang mungkin mempengaruhi citarasa makanan dapat dibuang.

Di ruang pengolahan hendaknya ada tempat mencuci, khususnya untuk mencuci tangan yang selalu dilengkapi dengan sabun dan alat pengering atau lap kering, dan selalu dalam keadaan bersih.

Gudang
Gudang hendaknya tersedia khusus untuk menyimpan bahan-bahan pangan termasuk bumbu dan bahan tambahan pangan. Bahan baku pangan hendaknya dipisahkan dalam gudang terpisah dari produk makanan agar tidak terjadi kontaminasi silang. Bahan-bahan bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas, oli, dan lain-lain hendaknya disimpan di dalam gudang khusus.

Gudang harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara agar selalu tetap bersih. Gudang juga harus dapat mencegah masuknya hama seperti serangga, binatang mengerat seperti tikus, burung, atau mikroba. Di dalam gudang hendaknya tersedia tempat cukup agar bahan tidak menumpuk.

Sirkulasi udara di dalam gudang hendaknya dipertahankan mengalir agar kondisi dalam gudang tetap segar.

Penyimpanan ke dalam atau pengeluaran dari dalam gudang hendaknya mengikuti sistem FIFO (first in first out), yaitu bahan yang pertama kali masuk ke dalam gudang hendaknya juga keluar pertama kali dari gudang, agar tidak ada bahan yang terlalu lama disimpan tanpa ada yang mengetahui. Oleh karena itu pencatatan pengisian dan pengeluaran bahan hendaknya dilakukan secara rutin.

Jika gudang yang digunakan harus bersuhu rendah, misalnya untuk penyimpanan bahan baku pangan segar, maka suhu di dalam gudang harus selalu diperiksa secara periodik untuk menghindari terjadinya fluktuasi suhu yang berlebihan. Suhu yang berfluktuasi secara berlebihan dapat mempercepat kerusakan pada bahan pangan.


3. Peralatan Pengolahan
Peralatan pengolahan makanan harus dipilih yang mudah dibersihkan dan dipelihara agar tidak mencemari makanan. Sebaiknya peralatan yang digunakan mudah dibongkar dan bagian-bagiannya mudah dilepas agar mudah dibersihkan.

Sedapat mungkin hindari peralatan yang terbuat dari kayu, karena permukaan kayu yang penuh dengan celah-celah akan sulit dibersihkan. Jika mungkin gunakan peralatan yang terbuat dari bahan yang kuat dan tidak berkarat seperti bahan aluminium atau baja tahan karat (stainless steel).

Demikian juga peralatan-peralatan yang digunakan untuk memasak, memanaskan, mendinginkan, membekukan makanan, hendaknya terbuat dari logam seperti aluminium atau baja tahan karat agar suhu proses yang sudah ditentukan dapat cepat tercapai.

Peralatan hendaknya disusun penempatannya dalam jalur tata letak yang teratur yang memungkinkan proses pengolahan ber­langsung secara berkesinambungan dan karyawan dapat mengerjakannya dengan mudah dan nyaman.

Peralatan yang dilengkapi dengan penunjuk ukuran seperti timbangan, termometer, pengukur tekanan, pengukur aliran udara dan sebagainya, hendaknya dikalibrasi setiap periode waktu tertentu agar data yang dihasilkan teliti dan valid. Dalam mengendalikan tahap-tahap pengolahan yang kritis, kalibrasi peralatan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan.


4. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi
Adanya fasilitas dan kegiatan sanitasi di pabrik bertujuan untuk menjamin bahwa ruang pengolahan dan ruangan lain dalam bangunan serta peralatan pengolahan terpelihara dan tetap bersih sehingga menjamin produk makanan bebas bebas dari mikroba, kotoran dan cemaran lain.

Suplai Air
Suplai air harus berasal dari sumber air yang aman dan jumlahnya cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan pencucian/pembersihan, pengolahan, dan penanganan limbah. Sumber dan saluran air untuk keperluan lain seperti untuk pamadam api, boiler, dan pendinginan harus terpisah dari sumber dan saluran air untuk pengolahan. Pipa-pipa air yang berbeda ini hendaknya diberi warna yang berbeda pula untuk membedakan fungsi airnya.

Air yang mengalami kontak langsung dengan makanan harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan pada bahan baku air minum.

Untuk menjamin agar air selalu ada, sarana penampungan air disediakan dan selalu terisi air dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan.

Pembuangan Air dan Limbah
Pabrik harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air dan limbah yang baik berupa saluran-saluran air atauselokan yang dirancang dan dibangun sedemikian rupa sehingga tidak mencemari sumber air bersih dan makanan.


Fasilitas Pencucian/Pembersihan
Proses pencucian atau pembersihan sarana pengolahan termasuk peralatannya adalah proses rutin yang sangat penting untuk menjamin mutu dan keamanan produk makanan yang dihasilkan oleh suatu industri. Oleh karena itu, industri harus menyediakan fasilitas pencucian/pembersihan yang memadai.

Fasilitas pencucian/pembersihan harus disediakan dengan suatu rancangan yang tepat. Fasilitas pencucian/pembersihan untuk makanan hendaknya dipisahkan dari fasilitas pencucian/pembersihan peralatan dan perlengkapan lainnya.

Fasilitas pencucian/pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air bersih dan sumber air panas untuk keperluan pencucian/pembersihan pembersihan peralatan.

Kegiatan pembersihan dan sanitasi hendaknya dilakukan cukup sering untuk menjaga agar ruangan dan peralatan tetap bersih. Pembersihan dapat dilakukan secara fisik dengan cara penyikatan, penyemprotan dengan air, atau penyedotan dengan pembersih vakum. Dapat juga pembersihan dilakukan secara kimia dengan menggunakan deterjen, basa, atau asam, atau gabungan dari cara fisik dan kimia. Jika diperlukan, cara desinfeksi (pencucihamaan) dapat dilakukan dengan menggunakan deterjen, kemudian larutan klorin 100 sampai 250 ppm (mg/liter) atau larutan iodin 20 sampai 59 ppm.

Kegiatan pembersihan dan desinfeksi harus diprogramkan dan harus menjamin bahwa semua bagian pabrik dan peralatan telah dibersihkan dengan baik, termasuk pembersihan alat-alat pembersih itu sendiri.

Program pembersihan dan desinfeksi harus dilakukan terus-menerus secara berkala serta dipantau ketepatan dan efektivitasnya serta dicatat. Catatan program pembersihan harus mencakup: (1) luasan, benda, peralatan atau perlengkapan yang harus diber­sihkan, (2) karyawan yang bertanggung jawab terhadap pembersihan, cara dan frekuensi pembersihan, dan (3) cara memantau kebersihan.

Fasilitas Higiene Karyawan
Fasilitas higiene karyawan harus disediakan untuk menjamin kebersihan karyawan dan menghindari pencemaran terhadap makanan, yaitu:
- tempat mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, handuk atau alat pengering tangan,
- tempat ganti pakaian karyawan, dan
- toilet atau jamban yang selalu bersih dalam jumlah yang cukup untuk seluruh karyawan.

Jumlah toilet yang cukup adalah 1 buah untuk 10 karyawan pertama, dan 1 buah untuk setiap penambahan 25 karyawan. Toilet hendaknya ditempatkan pada lokasi tidak langsung berhubungan dengan ruang pengolahan.

Penerangan
Sistem penerangan baik melalui penyinaran simor matahari maupun melalui lampu-lampu harus memenuhi persyaratan yaitu diatur sedemikian rupa sehingga ruang pengolahan cukup terang dan karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti dan nyaman.


5. Sistem Pengendalian Hama
Hama berupa binatang mengerat seperti tikus, burung, serangga dan hama lainnya adalah penyebab utama terjadinya pencemaran terhadap makanan yang menurunkan mutu dan keamanan produk makanan. Banyaknya makanan, terutama yang berserakan, akan mengundang hama untuk masuk ke dalam pabrik dan membuat sarang di sana.

Untuk mencegah serangan hama, program pengendaliannya harus dilakukan, yaitu melalui: (1) sanitasi yang baik, dan (2) penga­wasan atas barang-barang dan bahan-bahan yang masuk ke dalam pabrik. Praktek-praktek higiene yang baik akan mencegah masuk­nya hama ke dalam pabrik.

Mencegah Masuknya Hama
Untuk mencegah masuknya hama, bangunan pabrik harus tetap terjaga dalam keadaan bersih dan terawat. Untuk mencegah masuknya hama dapat diupayakan hal-hal sebagai berikut:
- menutup lubang-lubang dan saluran yang memungkinkan hama dapat masuk,
- memasang kawat kasa pada jendela, pintu, dan ventilasi,
- mencegah supaya hewan peliharaan seperti anjing dan kucing berkeliaran di halaman pabrik dan di ruang pengolahan.

Mencegah Timbulnya Serangan Hama
Hal-hal berikut ini dapat dilakukan untuk mencegah adanya serangan hama di dalam sarana pengolahan:
- Adanya makanan yang berserakan dan air yang tergenang merangsang timbulnya sarang hama, oleh karena itu, makanan harus disimpan di dalam wadah yang cukup kuat dan disusun pada posisi tidak mengenai lantai dan cukup jauh dari dinding.
- Keadaan di luar dan di dalam pabrik harus tetap bersih, dan sampah-sampah harus dibuang di tempat-tempat sampah yang kuat dan selalu tertutup.
- Pabrik dan lingkungannya harus selalu diperiksa terhadap kemungkinan timbulnya serangan hama.
- Sarang hama harus segera dimusnahkan baik dengan perlakuan fisik atau kimia tanpa mempengaruhi mutu dan keamanan produk makanan.


6. Higiene Karyawan
Karyawan yang dalam pekerjaannya melakukan kontak langsung dengan makanan dapat merupakan sumber cemaran baik biologis, kimia, maupun fisik. Oleh karena itu, higiene karyawan merupa­kan salah satu hal yang sangat penting dalam menghasilkan produk makanan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi.

Praktek-praktek higiene karyawan yang baik dapat memberikan jaminan bahwa karyawan yang dalam pekerjaannya melakukan kontak langsung dengan makanan tidak mencemari produk makanan yang bersangkutan.

Kesehatan Karyawan
Karyawan yang sakit atau diduga masih membawa penyakit (baru sembuh dari sakit) hendaknya dibebaskan dari pekerjaan yang berhubungan langsung dengan makanan, karena mikrobanya dapat mencemari makanan. Karyawan yang memang sakit hendaknya diistirahatkan.

Beberapa contoh penyakit karyawan yang mikrobanya dapat mencemari makanan antara lain: sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, penyakit kulit seperti gatal, kudis, luka, dsb.

Kebersihan Karyawan
Karyawan yang bekerja di ruangan pengolahan makanan harus selalu dalam keadaan bersih, mengenakan baju kerja serta penutup kepala dan sepatu. Perlengkapan seperti baju kerja, penutup kepala, dan sepatu tidak boleh dibawa keluar dari pabrik.

Karyawan harus selalu mencuci tangannya dengan sabun pada saat-saat: sebelum mulai melakukan pekerjaan mengolah makanan, sesudah keluar dari toilet/jamban, sesudah menangani bahan mentah atau bahan kotor lain karena dapat mencemari makanan lainnya.

Kebiasaan Karyawan yang Jelek
Selama bekerja mengolah makanan, kar-yawan di bagian pengolahan makanan hendaknya meninggalkan kebiasaan­-kebiasaannya yang dapat mencemari makanan, misalnya: merokok, meludah, makan atau mengunyah, bersin atau batuk. Selama mengolah makanan, karyawan tidak diperbolehkan memakai perhiasan, arloji, peniti, bros dan perlengkapan lainnya yang jika jatuh ke dalam makanan dapat membahayakan konsumen yang mengkonsumsinya.


7. Pengendalian Proses
Dalam menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses pengolahan hendaknya dikendalikan secara hati-hati dan ketat. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan proses pengolahan makanan antara lain:
- menetapkan persyaratan bahan mentah yang digunakan,
- menetapkan komposisi bahan yang digunakan atau komposisi formulasi,
- menetapkan cara-cara pengolahan yang baku secara tetap,
- menetapkan persyaratan distribusi serta cara transportasi yang baik untuk melindungi produk makanan yang didistribusikan, menetapkan cara menyiapkan produk makanan sebelum dikonsumsi (jika ada) agar produk dalam kondisi puncak mutunya.

Cara-cara tersebut di atas sesudahnya ditetapkan harus diterap­kan, dipantau, dan diperiksa kembali agar pengendalian proses tersebut berjalan secara efektif.

Dalam rangka pengendalian proses, untuk setiap produk makanan yang dihasilkan hendaknya ditetapkan, hal-hal sebagai berikut:
- jenis dan jumlah bahan, bahan pembantu, dan bahan tambahan makanan yang digunakan,
- bagan alir yang sudah baku dari proses pengolahan yang harus dilakukan,
- jenis, ukuran, dan persyaratan kemasan yang digunakan,
- jenis produk pangan yang dihasilkan,
- keterangan lengkap tentang produk yang dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kedaluwarsa dan nomor pendaftaran.

Pengendalian Tahap-Tahap Penting dan Tahap-Tahap Kritis
Di dalam proses pengolahan makanan ada tahap-tahap yang dianggap penting yang dapat berpengaruh terhadap mutu produk makanan yang dihasilkan. Tahap-tahap penting tersebut misalnya adalah kecepatan putaran pengadukan, pengaturan keasaman (pH), inkubasi pada suhu tertentu, penggorengan pada suhu minyak tertentu, waktu proses, dan sebagainya. Terhadap tahap­-tahap ini diperlukan perhatian khusus untuk mengendalikan proses yang sesuai yang sudah dibakukan. Sebagai contoh, jika penga­dukan adonan tidak dilakukan pada kecepatan putaran yang sesuai mungkin saja pengadukan menjadi tidak merata sehingga mengakibatkan adonan gagal menghasilkan produk yang bermutu baik. Demikian juga, jika suhu inkubasi untuk suatu proses fermentasi tidak sesuai maka fermentasi tidak akan berlangsung dengan semestinya. Oleh karena itu terhadap tahap-tahap seperti ini perlu dilakukan kalibrasi agar ketepatan proses selalu terjamin. Jika tahap-tahap penting ini berkaitan dengan pengendalian terhadap bahaya bakteri patogen, misalnya pemanasan pada suhu tertentu, maka tahap-tahap penting ini menjadi tahap-tahap kritis yang harus mendapatkan perhatian secara ekstra hati-hati. Sebagai contoh, pasteurisasi susu pada suhu 63 derajat Cecius selama 30 menit atau pada suhu 72 derajat Celcius selama 15 detik dapat memusnahkan bakteri patogen seperti bakteri penyebab penyakit tuberkulosis atau penyebab penyakit disentri. Oleh karena itu, pasteurisasi merupakan tahap pengolahan kritis yang harus dipantau secara ketat. Dalam hal ini kalibrasi termometer sangat penting untuk menjamin tercapainya proses yang dipersyaratkan.

Kontaminasi Silang
Bahan makanan yang sedang ditangani selama proses pengolahan mudah sekali mengalami kontaminasi, baik melalui air, udara, atau melalui kontak langsung dengan makanan lain atau kontak langsung dengan karyawan. Jika kontaminasi ini terjadi sebelum bahan makanan mendapatkan proses termal seperti pasteurisasi atau sterilisasi, dampaknya mungkin tidak akan terlalu besar. Akan tetapi jika kontaminasi ini terjadi setelah bahan pangan diolah maka yang terjadi adalah kontaminasi silang yang merugikan. Contoh kontaminasi silang adalah kontaminasi produk makanan yang telah diolah dengan bahan mentah yang masih kotor, atau kontaminasi produk makanan oleh peralatan yang masih kotor. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang diperlukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
- bahan mentah hendaknya disimpan terpisah jauh dari bahan makanan yang telah diolah atau siap dikonsumsi,
- ruang pengolahan hendaknya diperiksa dengan balk terhadap kotoran-kotoran yang mungkin menyebabkan kontaminasi silang,
- karyawan yang bekerja di ruang pengolahan hendaknya memakai alat-alat pelindung seperti baju kerja, topi, sepatu, sarung tangan, serta selalu mencuci tangan jika hendak masuk dan bekerja di ruang pengolahan,
- permukaan meja kerja, peralatan, dan lantai di ruang pengo­lahan harus selalu dibersihkan dan didesinfeksi setiap selesai digunakan untuk mengolah bahan mentah terutama daging dan ikan.



8. Manajemen dan Pengawasan
Lancar tidaknya kegiatan produksi suatu industri apakah industri dengan skala kecil, menengah, maupun besar sangat ditentukan oleh manajemennya. Manajemen yang baik selalu melakukan pengawasan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam industrinya dengan tujuan mencegah terjadinya penyimpangan yang mungkin terjadi selama kegiatan itu dilakukan. Demikian juga berhasilnya pelaksanaan produksi di suatu industri sangat ditentukan oleh manajemen dan pengawasan ini.

Untuk tujuan pengendalian produksi yang efektif, tergantung pada skala industrinya, dibutuhkan minimal seorang penanggung jawab jaminan mutu yang mempunyai latar belakang pengetahuan higiene yang baik. Yang bersangkutan bertanggung jawab penuh terhadap terjaminnya mutu dan keamanan produk makanan yang dihasilkan. Dengan demikian tugas utamanya adalah mengawasi jalannya produksi dan memperbaikinya jika selama produksi terjadi penyimpangan yang dapat menurunkan mutu dan keamanan produk makanan yang dihasilkan. Kegiatan penga­wasan ini hendaknya dilakukan secara rutin dan dikembangkan terus untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih baik.


9. Pencatatan dan Dokumentasi
Dalam upaya melakukan proses pengolahan yang terkendali, industri makanan harus mempunyai catatan atau dakumen yang lengkap tentang hal-hal berkaitan dengan proses pengolahan termasuk jumlah dan tanggal praduksi, distribusi dan penarikan produk karena sudah kedaluwarsa. Dokumentasi yang baik dapat meningkatkan jaminan terhadap mutu dan keamanan produk makanan yang dihasilkan.